TUNTUT KEBEBASAN BERAGAMA: Massa dari forum Solidaritas kebebasan Beragama berunjuk rasa menuntut hak atas kebebasan Beribadah di kawasan Silang Monas, Jakarta, Minggu (15/8). Mereka mengecam tindak kekerasan dalam proses penyegelan tanah yang akan dijadikan rumah Ibadah Jemaat Gereja HKBP Pondok Timur Bekasi dan menuntut Pemerintah menjamin hak-hak Negara untuk beribadah, beragama, dan berkeyakinan.
Solidaritas Untuk HKBP
Jakarta (SIB)
Guyuran hujan lebat dan ketatnya penjagaan yang dilakukan oleh ratusan aparat kepolisian tak menyurutkan semangat sekitar seribuan umat untuk mengikuti kebaktian yang digelar terbuka di Monas, Jakarta, Minggu (15/8). Ibadah yang digelar Forum Solidaritas Kebebasan Beragama ini merupakan bentuk solidaritas atas kekerasan yang dialami jemaat HKBP Pondok Timur Indah, Bekasi saat menjalankan ibadah beberapa waktu lalu.
Awalnya kebaktian dijadwalkan berlangsung pukul 13.00 di depan istana Presiden. Ketatnya penjagaan di sekitar istana membuat tempat kebaktian dipindahkan ke dekat patung kuda kencana di Monas, dan baru dimulai setengah jam kemudian.
Kebaktian diawali dengan menyanyikan lagu puji-pujian yang diambil dari Kidung Jemaat. Dan dilanjutkan dengan khotbah yang disampaikan Pdt. STP. Siahaan.
Dalam khotbahnya, Pdt. STP. Siahaan mengatakan keberadaan umat yang menggelar kebaktian terbuka di dekat istana Presiden bukan hanya untuk HKBP dan Kristen, tetapi untuk bangsa dan negara. “Kita disini bukan hanya untuk HKBP , bukan hanya untuk Kristen tapi untuk bangsa ini,”ujar Siahaan.
Ia juga menegaskan, ibadah dilaksanakan bukan untuk meminta Pemerintah membubarkan organisasi manapun. “Kita disini karena kecintaan kita kepada bangsa, kepada bapak Presiden. Kita mau menyampaikan aspirasi dengan santun,” ujar Siahaan.
Dalam kesempatan itu, Siahaan juga menilai saat ini adalah momentum yang tepat meminta kepada Presiden, terutama dalam rangka menyambut hari ulang tahun Republik Indonesia agar teguh menjalankan Pancasila dan UUD. “Pemerintah adalah pemerintah yang gagal bila belum mampu menjamin kebebasan beragama. Perlu diingat, kita bukan pendatang di negeri ini, kita bukan juga warga kelas dua dan kelas tiga. Kita ingin diperlakukan sama,”tegasnya.
Menurutnya, umat Kristen sangat menyadari bahwa untuk mendirikan gereja perlu ijin agar nyaman dan agar sesuai dengan tata kota. “Tetapi apakah untuk berdoa dan beribadah harus ada ijin?. Jika ada yang melarang, itu adalah merampas hak Tuhan.
Negara harus mengatur, tapi bukan membiarkan orang lain menghalangi,”ujarnya.
NEGARA HARUS BERI JAMINAN
Sementara Humas Forum Solidaritas Kebebasan Beragama, Saor Siagian, SH dalam siaran persnya menyatakan belakangan ini negara tidak menunjukkan konsistensi dalam memberikan perlindungan dan penghormatan kebebasan beribadah. Negara telah melakukan pembiaran terhadap ormas tertentu untuk melakukan serangan dan kekerasan terhadap umat. “Kebebasan menjalankan ibadah telah dirampas,” ujar Saor Siagian.
Atas situasi ini, Saor mengatakan pihaknya mendesak Presiden untuk bertanggungjawab menjamin hak-hak warga menjalankan ibadah dan menindak tegas pelaku-pelaku tindak kekerasan. “Negara juga harus mencabut peraturan yang sifatnya diskriminatif, yang membelenggu hak atas kebebasan beribadah, beragama dan berkeyakinan. Jika ini tidak dilakukan, maka jangan salahkan jika kami mengambil tempat melakukan ibadah di sekitar istana ini,”ujar Saor.
Minta Presiden Perhatikan Maraknya Penutupan Gereja dan Kekerasan Atas Nama Agama
Ribuan orang yang tergabung dalam massa “Forum Solidaritas Kerukunan Umat Beragama” berunjuk rasa di Silang Monas meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memperhatikan maraknya penutupan gereja dan kekerasan atas nama agama, Minggu (15/8).
Para umat Kristen yang ikut dalam unjuk rasa bahkan menggelar kebaktian di dekat istana negara. Mereka berdoa agar Presiden SBY dibukakan mata hatinya sehingga bisa melihat keresahan para umat beragama khususnya kebebasan beribadah.
“Kami turut berduka dalam merayakan Indonesia merdeka dan paling tidak umat yang datang ini merasa kami turut berduka cita sehingga kami menggunakan baju hitam dan membawa bendera setengah tiang karena sebelum merdeka belum pernah umat beragama saat ibadah dikejar-kejar,” ujar Humas Solidaritas Kerukunan Umat Beragama Saor Siagian.
Aksi juga dihadiri para tokoh lintas agama itu mendesak presiden agar menginstruksikan Menko Polkam segera menangani kasus tersebut. Dengan demikian seluruh umat beragama bisa menjalankan ibadah dengan aman seperti yang dijamin dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
TUNTUT KEBEBASAN BERAGAMA
Massa yang tergabung dalam “Forum Solidaritas Kerukunan Umat Beragama” juga menuntut pemerintah memperhatikan kebebasan beragama terkait pelarangan ibadah terhadap jemaaat HKBP Pondok Timur di Bekasi, Jawa Barat.
Selain diikuti tokoh dan jemaat HKBP, aksi damai juga dihadiri anggota Gerakan Pemuda (GP) Ansor, Pemuda Katolik, Hindu dan Budha. Mereka menagih janji Presiden Susilo Bambang Yudhoyono atas jaminan kebebasan beragama dan beribadah di Indonesia.
Aksi ini sekaligus sebagai bentuk keprihatinan atas penyerangan terhadap jemaat HKBP Pondok Timur Bekasi Jawa Barat yang tengah beribadah oleh ormas setempat.
Aksi di Depan Istana, Umat Lintas-Agama Ingin ‘Bangunkan’ Presiden
Ibadah jemaat HKBP Pondok Timur, Bekasi, di dekat Istana Merdeka, juga dihadiri umat lintas-agama. Mereka memberi dukungan moral kepada jemaat yang sedang berjuang untuk mendapatkan kebebasan beribadah.
“Kita akan bergabung untuk memberikan penguatan moral terhadap keluarga warga negara yang sedang memperjuangkan hak mereka yang paling dasar yaitu beribadah,” kata anggota Kaukus Pancasila Parlemen, Eva Kusuma Sundari, yang hadir dalam acara, kepada detikcom, Minggu (15/8).
Acara juga dihadiri sejumlah tokoh lintas agama seperti Pdt Yewangoe, Franz Magnis Suseno, dan Musdah Mulia.
“Semoga ‘membangunkan’ presiden terhadap tugas utama beliau untuk memimpin negara berdasar konstitusi untuk memberikan perlindungan ke semua warga negara untuk beribadah tanpa diskriminasi,” kata politikus PDIP ini.
Eva menambahkan, kepemimpinan presiden itu sangat terkait dengan bagaimana mengoptimalkan peran polisi untuk memberikan perlindungan kepada warga negara.
“Pesan utama dari kebaktian dan keterlibatan kami adalah menggugah dan mengingatkan presiden terhadap tugas beliau untuk menjamin rakyat bebas beribadah,” kata Eva.
Aktivis kebebasan beragama dan beribadah, Ulil Abshar Abdala mendukung ide pelaksanaan ibadah jemaat HKBP di depan Istana sebagai aksi protes mereka atas tindakan sewenang-sewenang ormas di Bekasi.
“Semoga pemerintah dengan begini makin terketuk, yakni presiden dan penegak hukum yang ada di bawah wewenangnya,” kata Ulil yang juga politikus Partai Demokrat ini.
Ulil menambahkan, hukuman 5 tahun yang baru dijatuhkan pengadilan Malaysia bagi warga negaranya yang membakar gereja, hendaknya bisa menjadi preseden bagi penegakan hukum di Indonesia.
Sementara itu sebelumnya koordinator umat aksi Pdt Erwin Marbun mengatakan, seribuan warga yang hadir akan mengenakan pakaian hitam-hitam.
“Hitam-hitam mencirikan kedukaan kita semua atas kebebasan beragama di negeri ini,” kata koordinator umum aksi, Pdt Erwin Marbun kepada detikcom.
Erwin mengatakan, dalam aksi juga digelar ibadah sesaat yang dilakukan jemaat Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Pondok Timur, Bekasi, yang selama ini mengalami kekerasan saat melangsungkan ibadah di daerahnya.
“Ini menunjukkan susahnya beribadah di negeri ini. Kita akan meminta presiden menindak mereka yang melakukan kekerasan dan mengancam kebebasan beragama,” kata Erwin.
Erwin menambahkan, ada pikiran di kalangan penggagas bahwa aksi akan dilakukan setiap hari Minggu di depan Istana, sampai presiden benar-benar melakukan tindakan yang nyata dalam menjamin kebebasan beragama.
“Sampai tindakan presiden sungguh-sungguh mengayomi warga negaranya,” kata dia.
Dilarang Dekati Istana, Forum Lintas Agama Demo di Patung Kuda
Niat Forum Solidaritas Kebebasan Beragama menggelar demonstrasi di depan Istana Negara, Jl Medan Merdeka Utara, tidak dapat terlaksana. Polisi menghentikan mereka di Bundaran Patung Kuda Arjuna Wiwaha karena di Istana ada persiapan HUT ke-65 RI.
Petugas kemudian mengarahkan 700 orang demonstran itu ke pintu masuk Monas yang terletak tidak jauh dari Bundaran Patung Kuda. Para demonstran yang mengenakan pakaian serba hitam ini kemudian menggelar orasi, Minggu (15/8).
“Presiden harus bertanggung jawab atas hak warganya beribadah. Negara juga harus menindak tegas para pelaku yang melakukan kekerasan pada kelompok agama tertentu yang melakukan ibadahnya,” kata salah seorang orator di mobil bak terbuka yang telah diberi pengeras suara.
Demonstrasi itu membuat lalu lintas di sekitar Monas tersendat. Kendaraan dari arah Kota menuju HI menjadi merayap. Kepadatan juga terjadi di ruas Kota menuju Gambir.
Terlihat sekitar 100 orang petugas kepolisian dari Kesatuan Brimob dan Samapta mengawal para demonstran itu. Sedangkan beberapa polisi lalu lintas mengatur lalu lintas di sekitar Bundaran Kuda.
Meski Istana Steril Jelang 17 Agustus, Massa Lintas Agama Dipersilakan Demo
Massa yang menamakan diri Umat Lintas-Agama seyogianya menggelar demonstrasi di depan Istana Merdeka. Namun, kawasan Istana kini sudah disterilkan dalam rangka persiapan upacara peringatan kemerdekaan ke-65 RI.
“(Kawasan Istana) sudah disterilkan,” kata Kapolres Jakarta Pusat Komisaris Besar Hamidin saat dihubungi wartawan, Minggu (15/8).
Sementara itu, Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Boy Rafli Amar mengatakan, massa dipersilakan untuk berdemo di situ asal tidak anarkis. Menurut Boy, demo merupakan hak bagi setiap warga negara.
Karena itu, polisi akan memberikan pelayanan pengamanan bagi peserta demo. “Nggak apa-apa kalau mau demo, silakan saja asal damai. Yang tidak boleh, demo anarkis,” kata Boy.
Boy mengatakan, Polda Metro Jaya telah menerima surat pemberitahuan dari Umat Lintas Agama terkait aksi yang akan mereka gelar itu. Dia menambahkan, kepolisian telah menyiapkan pengamanan dalam aksi yang mereka gelar di depan Istana.
“Anggota sudah ada yang selalu stand by setiap saat di sana untuk melakukan pengamanan,” katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar