1.
Harapan yang
tinggi untuk setiap peserta didik
Ciri pertama ini memang tidak hanya dibentuk oleh sekolah, tetapi juga
mulai dibentuk di dalam keluarga. Semangat untuk mencapai prestasi yang tinggi
sudah harus dimulai dari lingkungan keluarga. Sejak keberangkatannya ke
sekolah, anak-anak sudah harus dimotivasi untuk belajar dengan giat agar dapat
mencapai prestasi yang tinggi. Belaian kepala, ataupun ciuman kening dari
orangtuanya, ciuman tangan orangtuanya oleh sang anak harus diiringi dengan
harapan dan do’a agar sang anak agar sang anak memiliki semangat yang tinggi
agar dapat mencapai prestasi yang tinggi. “Belajar yang tekun ya nak!”, harus
menjadi kata-kata motivasi mukjizat yang sering diucapkan oleh ayah dan
bundanya. Dalam teori hypnoparenting (hypnosis untuk para orangtua dalam
mendidik anaknya) dijelaskan bahwa belaian kepada anak menjelang tidur akan
menjadi motivasi yang masuk ke bawah alam sadar anak-anak kita. Marilah kita
coba, belailah anak ketika hendak berangkat tidur, ketuk-ketuklah dahi anak
dengan ujung jari-jari kita dengan lembut dan berirama, atau pada ubun-ubunnya,
atau di atas alisnya, atau di atas bibirnya, dan ketika anak kita akan masuk ke
alam bawah sadar, sebelum dia tertidur lelap, ucapkanlah kata-kata motivasi,
misalnya “belajarlah dengan tekun anakku”, atau “jadilah anak yang sholeh atau
sholehah”, atau “patuhilah perintah ayah bunda’, dan kata-kata motivasi lainnya
sesuai dengan harapan dan do’a orangtua untuk anaknya tercinta.
Jika ketika masuk sekolah anak-anak kita telah membawa harapan yang
tinggi untuk mencapai prestasi, maka insyaallah proses pengajaran dan
pembelajaran akan berlang-sung lancar dan berhasil.
2.
Dukungan
orangtua dan masyarakat.
Tidak dapat disangkal lagi bahwa keluarga
merupakan institusi pertama dan utama dalam pendidikan. Orangtua tidak dapat
hanya menyerahkan bulat-bulat kepada guru atau sekolah. Bahkan masyarakat juga
harus mempunyai kepedulian terhadap kemajuan pendidikan di sekolah. Itulah
sebabnya, sekolah perlu didukung adanya Komite Sekolah, sebagai wadah peran
serta masyarakat dalam bidang pendidikan di sekolah. Di Malaysia, lembaga ini
dinamakan Persatuan Ibu Bapa dan Guru (PIBG). Di Amerika Serikat, lembaga ini
dikenal dengan PTO (Parent
Teacher Organization). Salah satu ciri sekolah yan baik adalah
adanya dukungan dari orangtua dan masyarakat.
3.
Kurikulum yang
ketat dan penilaian yang adil
Sekolah yang baik jika kurikulum yang telah disusun dilaksanakan secara
ketat. Untuk ini, satuan pendidikan sekolah harus menyusun KTSP (Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan) sesuai dengan standar isi yang telah ditetapkan oleh
pemerintah. Untuk menjadi pedoman dalam menyusun RPP (Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran), kurikulum tersebut harus dijabarkan ke dalam silabus yang disusun
oleh guru bersama dengan kelompok kerja guru (KKG) untuk Sekolah Dasar, dan
untuk SMP dan SMA/SMK, silabus itu disusun bersama dengan MGMP (Musyawarah Guru
Mata Pelajaran). Tentu saja, semua perangkat kurikulum ini harus dimiliki oleh
sekolah yang baik.
Salah satu aspek yang sangat penting terkait dengan penerapan kurikulum
ini adalah adanya proses penilaian pendidikan yang adil. Prestasi belajar
peserta didik harus ditentukan dari hasil penilaian yang telah dilaksanakan
secara jujur. Proses penilaian yang tidak jujur, misalnya dilakukan dengan cara
menyontek, akan menumbuh-suburkan bibit perilaku koruptif bagi semua pemangku
kepentingan. Perilaku koruotif yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara, boleh jadi telah lahir dari perilaku tidak adil dalam
proses penilaian pendidikan yang tidak adil di sekolah.
4.
Sumber daya
yang cukup untuk membantu semua siswa mencapai hasil belajar yang
dicita-citakan.
Sumber daya berupa sarana dan prasarana
pendidikan memang perlu dimiliki oleh sekolah yang baik. Gedung sekolah yang
rusak berat, sebagai contoh, sudah barang tentu tidak akan menjadi tempat
belajar yang menyenangkan bagi anak. Demikian juga dengan sarana belajar yang
lain, seperti buku pelajaran, media pembelajaran, dan aspek-aspek lain yang
mendukung proses pengajaran dan pembelajaran. Sebagai contoh, di kampus Sampoerna
School of Education (SSE),
semua kelas telah dilengkapi dengan infocus. Bahkan semua dinding dan sekat antarkelasnya
terbuat dari bahan white board yang dapat berfungsi sebagai papan tulis. Dengan
demikian, dosen atau guru dan siswa dapat menggunakan seluruh dinding kelasnya
sebagai tempat untuk belajar. Lebih dari itu, kampus ini memang dilengkapi
dengan berbagai peralatan untuk mempraktikkan semua pendekatan instruksional
seperti PAKEM (pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan) atau JAL
(joyful active learning), serta CTL (contextual
teaching and learning) dengan berbagai metode mengajarnya, seperti role
play, praktik, dan sebagainya yang didukung dengan sarana yang
memadai.
5.
Lingkungan
belajar yang aman, sehat, dan mendukung.
Pertanyaan pertama yang diajukan oleh seorang guru di sekolah yang
bagus, justru bukan tentang “apakah pekerjaan rumah telah dikerjakan”,
melainkan “apakah anak-anak telah mandi dan mencuci rambutnya dengan keramas”.
Bahkan sang guru pun mencoba mencium rambut siswa, seperti yang dilakukan
terhadap anaknya sendiri. Dengan kata lain, lingkungan belajar di sekolah yang
baik memang disediakan dengan lingkungan yang aman, sehat, dan mendukung proses
pembelajaran. Lingkungan sekolah yang bersih, indah, dan asri, sudah pasti akan
menjadi lingkungan yang didambakan oleh semua pemangku kepentingan di sekolah,
termasuk orangtua dan masyarakatnya. Oleh karena itu, sekolah harus
mengupayakan adanya UKS yang dilaksanakan dengan baik di sekolah. Membuat taman
bunga di depan kelas masing-masing sangat mungkin diupayakan oleh wali kelas
masing-masing. Tempat cuci tangan untuk guru dan siswa di setiap kelas
sebenanya bukan sarana yang terlalu mewah untuk diadakan di setiap kelas. Semua
itu hanya tergantung oleh kemauan baik mulai dari guru kelas atau wali kelas
sampai dengan wakil kepala sekolah dan kepala sekolahnya.
6.
Sekolah dan
ruang kelas dilengkapi untuk proses pengajaran dan pembelajaran.
Kampus Sampoerna School
of Education (SSE) telah dapat menjadi contoh
bahwa semua ruang kelasnya telah dilengkapi dengan infocus, karena proses
pembelajarannya telah berbasis ICT atau komputer. Bahkan semua dinding kelas
dan sekat antarkelasnya pun telah dibuat dengan menggunakan bahan white
board. Oleh karena itu, semua dinding dan sekat antarruang kelasnya
sekaligus dapat digunakan untuk proses pengajaran dan pengajaran di dalam
kelas.
7.
Guru yang
memenuhi telah memenuhi kualifikasi di setiap ruang kelas.
Mr. Moh. Yamin sejak masa perjuangan kemerdekaan telah mengingatkan
kepada para pelaksana pendidikan bahwa pendidikan yang berkualitas hanya akan
dapat dicapai jika gurunya berkualitas. Dalam hal ini, standar nasional pendidikan
telah menetapkan bahwa minimal guru berkualifikasi S1 atau D4. Selain
kualifikasi yang memadai, guru harus menguasai kompetensi yang meliputi 4
(empat) jenis kompetensi, yang meliputi 1) kompetensi kepriadian, 2) kompetensi
pedagogik, 3) kompetensi profesional, dan 4) kompetensi sosial.
8. Kepemimpinan sekolah yang kuat.
Pucuk pimpinan di sekolah adalah kepala
sekolah. Oleh karena itu, maka kepala sekolah harus mampu melaksanakan
fungsi-fungsi manajemen di sekolah, meliputi 1) perencanaan (planning), 2)
pengorganisasian (organizing),
3) pelaksanaan (actuating),
dan 4) pengawasan (controlling),
yang sering disingkat POAC. Ahli filsafat Aristoteles menyatakan bahwa “He who has never learned to obey cannot
be a good commander.
(Ia yang tidak pernah belajar untuk taat
tidak dapat menjadi seorang pemimpin yang baik). Dengan demikian, mereka yang akan memimpin sekolah, sebelumnya sudah
harus belajar menjadi anak buah yang taat. Kalau tidak pernah menjadi anak buah
yang taat, tidaklah dapat diharapkan akan menjadi seorang pemimpin yang cakap.
Refleksi
Delapan ciri yang telah dijelaskan di atas merupakan hasil pengalaman
Raymod L. Young ketika mulai mendirikan sekolahnya dan mengembangkan sekolah
itu menjadi lingkungan belajar yang menantang bagi peserta didik untuk menjadi
pembelajar sepanjang hayat, dan menjadi warga negara yang bertanggung jawab,
panjang akal, dan rasa hormat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara. Mudah-mudahan tulisan singkat ini dapat menjadi ilmu yang bermanfaat
sebagai amal untuk kehidupan kelak. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar