SELAMAT DATANG DI SMP NEGERI 2 BALIGE

SELAMAT DATANG DI SMP NEGERI 2 BALIGE "ANDA BERHARAP PERUBAHAN MAKA BEKERJALAH TIDAK SAMA DENGAN KEMARIN"

Rabu, 06 September 2017

PEMBELAJARAN YANG DIPAKSAKAN DENGAN HARAPAN BERKUALITAS

Ketika Seorang mahasiswa  di wisuda anda telah memenuhi syarat  Mengajar Mata Pelajaran Fisika, itu berlaku untuk pembelajaran di tingkat SMA/SMK sederajat,Ketika seorang di pindahkan dari guru SMA ke tingkat SLTP pembelajaran Fisika tidak adalagi ditemukan yang ada  Mata Pelajaran IPA terpadu yang didalamnya mata pelajaran Fisika Biologi,Kimia ,Begitu juga dengan mata Pelajaran IPS terpadu meliputi  Sejarah,Geografi,Ekonomi,  Artinya guru yang ditamatkan seogiyanya mengajar Mata Pelajaran Fisika ketika mengajar di SLTP selain mengajar Mata Pelajaran Fisika harus mengajar Mata Pelajaran Biologi dan Kimia,yang kalaupun dengan terpaksa, supaya ini  terakomodasi LPTK ataupun Universitas yang menghasilkan produk tenaga Pendidik dan Kependidikan harus menghasilkan sarjana IPA terpadu,sarjana IPS terpadu.masalah Ini tertuang dalam Data Pokok Pendidikan (DAPODIK) yang tergabung Mata Pelajaran Fisika,Biologi,Kimia Menjadi IPA terpadu. Sementara sekolah swasta terkemuka tetap melakukan pengajaran berdasarkan jurusan yang diampu, Guru Sarjana Pendidikan Sejarah mengajar Mata Pelajaran Sejarah,guru Sarjana Pendidikan Biologi  mengajar Mata Pelajaran Biologi.sehingga hasilnyapun maksimal.
sekedar masukan.

Minggu, 06 Agustus 2017

LPMP Sumatera Utara Berhak Melaksanakan atau Menyelenggarakan Program Penyiapan Calon Kepala Sekolah.

Kepala sekolah merupakan salah satu komponen pendidikan yang berperan penting dalam meningkatkan mutu pendidikan, seperti diungkapkan Supriadi (1998) bahwa “Erat hubungannya antara mutu kepala sekolah dengan berbagai aspek kehidupan sekolah seperti disiplin sekolah, iklim budaya sekolah, dan menurutnya perilaku nakal peserta didik”. Dengan semakin kompleknya tuntutan tugas kepala sekolah dan tuntutan kinerja, disisi lain perkembangan ilmu pegetahuan, teknologi, seni dan budaya yang diterapkan dalam pendidikan di sekolah juga bergerak maju semakin pesat, sehingga menuntut penguasaan kemampuan secara profesional. Menyadari hal tersebut, setiap kepala sekolah dihadapkan pada tantangan untuk melaksanakan pengembangan pendidikan secara terarah, terencana, dan berkesinambungan untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
Sejalan dengan Peraturan menteri Pendidikan Nasional nomor 13 tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah dimana salah satu standar yang dimaksud adalah standar manajerial yang kompetensinya adalah bagaimana Kepala Sekolah dapat memanfaatkan kemajuan teknologi informasi bagi peningkatan pembelajaran dan manajemen sekolah. Selain itu bagaimana kepala sekolah mampu memimpin sekolah dalam rangka pendayagunaan sumber daya sekolah secara optimal.
Untuk itu perlu program penyiapan calon kepala sekolah sebagaimana ditekankan dalam Permendiknas nomor 28 tahun 2010 pasal 3 bahwa Penyiapan calon kepala sekolah/madrasah meliputi rekruitmen serta pendidikan dan pelatihan calon kepala sekolah. Berkaitan dengan hal tersebut maka, diaharapkan kabupaten/kota melalui dinas pendidikan akan mendapatkan kepala sekolah yang handal, professional, memiliki visi dan misi yang mampu mengakomodasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuju sekolah yang berkualitas.
Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, pemerintah dalam hal ini melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengharuskan para kepala sekolah (Kasek) di semua jenjang pendidikan TK/SD/MI/SMP/MTs/SMA/SMK/MA memiliki sertifikat kepala sekolah dan Nomor Unik Kepala Sekolah (NUKS). Untuk melaksanakan langkah tersebut, Kemendiknas melalui Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) menerbitkan Surat Keputusan (SK) Dirjen GTK Nomor 13899 tentang Penetapan Penunjukan Lembaga Pengembagan dan Pemberdayaan Kepala Sekolah (LP2KS) sebagai Lembaga Penerbit Sertifikat Kepala Sekolah.

Piagam Kerjasama antara LP2KS dan LPMP Sumatera Utara
Dengan ditandatanganinya Memorandum of Understanding (MoU) antara LP2KS dengan LPMP Sumatera Utara pada tanggal 31 Maret 2017 di kantor LP2KS di Solo, maka LPMP Sumatera Utara sudah berhak menjadi Lembaga Penyelenggara Program Penyiapan Calon Kepala Sekolah (LP3CKS) di Sumatera Utara, demikian hal ini disampaikan oleh Bapak Afrizal Sihotang, ST., M.Si sebagai Kepala Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Sumatera Utara. Sebagai lembaga penyelenggara program tersebut, dan dengan demikian LPMP Sumatera Utara sudah siap menjadi lembaga penyelenggara baik dari kesiapan Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai tenaga Asesor dan Master Trainer (MT) serta kesiapan dari infrastrukturnya.
Untuk memperoleh sertifikat dan Nomor Unik Kepala Sekolah (NUKS), calon kepala sekolah atau kepala sekolah yang belum memiliki NUKS harus mengikuti seleksi akademik yang dilaksanakan untuk mengungkap potensi kepemimpinan calon kepala sekolah/madrasah melalui rekomendasi dari kepala sekolah dan pengawas sekolahnya, penilaian kinerja guru, Penilaian Potensi Kepemimpinan (PPK), dan penulisan makalah kepemimpinan sebagai rangkaian program rekruitmen calon kepala sekolah/madrasah.
Program penyiapan calon kepala sekolah/madrasah adalah serangkaian kegiatan yang dilaksanakan untuk memilih guru-guru berpotensi dan atau kepala sekolah yang berpengalaman terbaik yang siap menerima tugas tambahan sebagai kepala sekolah/madrasah. Prosesnya mencakup 2 (dua) tahapan, yakni (1) Proses rekruitmen yaitu seleksi administrasi dan seleksi akademik, (2) Pendidikan dan Pelatihan.
Tujuan program penyiapan kepala sekolah/madrasah ini adalah sebagai berikut.
  1. Mendapatkan calon-calon kepala sekolah/madrasah yang memiliki potensi dan pengalaman terbaik dibidang kepemimpinan sehingga yang bersangkutan dapat menjalankan tugas dan fungsi kepala sekolah/madrasah secara efektif.
  2. Mengembangkan kompetensi yang dibutuhkan oleh calon kepala sekolah/madrasah untuk menjalankan tugas kepemimpinan dan manajemen secara efektif dalam meningkatkan proses dan hasil belajar siswa,
  3. Memberikan pengalaman belajar yang memadai dan bisa menjadi stimulan terhadap proses pengembangan keprofesian berkelanjutan calon kepala sekolah/madrasah pada masa yang akan datang.
Sebelum dilaksanakan seleksi akademik, kegiatan yang harus diikuti oleh guru sebagai calon kepala sekolah/madrasah dan atau kepala sekolah yang belum memiliki NUKS adalah (a) pengusulan calon oleh kepala sekolah dan atau pengawas, (b) seleksi administrasi. Setelah melalui proses ini, peserta calon akan mengikuti Proses pelaksanaan Penilaian Potensi Kepemimpinan (PPK) Kepala/Madrasah (PPK-KS/M) yang dilaksanakan oleh Asesor yang telah memiliki sertifikat kelulusan sebagai asesor dari LP2KS. Jika peserta calon lulus dari proses PPK ini, selanjutnya peserta akan mengikuti pendidikan pelatihan (Diklat) dengan pola 300 jam atau setara dengan tiga bulan. Diklat calon kepala sekolah/madrasah programnya dikemas dalam 3 tahap dengan model “In-Service Learning 1 — On-the Job Learning — In-Service Learning 2”. In-Service Learning 1 (IN-1) yaitu pembelajaran melalui kegiatan tatap muka. On-the Job Learning (OJL) adalah pembelajaran di lapangan dalam situasi pekerjaan yang nyata. Sedangkan In-Service Learning 2 (IN-2) adalah kegiatan tatap muka untuk mempresentasikan dan merefleksikan hasil On-the Job Learning. Model ini dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang terpadu antara aspek pengetahuan kognitif dan pengalaman empirik.Hal ini sesuai dengan karakteristik peserta diklat sebagai adult learner.
Kegiatan In-Service Learning 1 berupa tatap muka antara peserta diklat dengan nara sumber dan atau fasilitator. Kegiatan ini diselenggarakan dalam durasi minimal 70 (tujuh puluh) jam pelajaran @ 45 menit.Materi diklat mencakup materi umum, materi inti dan materi penunjng. Pada akhir kegiatan In-Service Learning 1 peserta menyusun Rencana Tindakan yang akan diimplementasikan pada saat On-the-Job Learning. Tahap kedua adalah On-the-Job Learning, yakni pelaksanaan rencana tindakan yang telah disusun pada saat In Service Learning 1. OJL dilaksanakan melalui berbagai kegiatan nyata di dua tempat: sekolah sendiri dan sekolah lain yang jenjangnya lebih tinggi atau sama selama 3 (tiga) bulan atau setara dengan 200 jam pelajaran, dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. Kegiatan OJL di sekolah tempat calon bertugas dilakukan selama 150 (seratus lima-puluh) jam pelajaran.
  2. Kegiatan OJL di sekolah lain dilakukan minimal 50 (lima-puluh) jam pelajaran.
  3. Jika di daerah calon tidak terdapat sekolah lain yang jenjangnya lebih tinggi atau sama, maka kegiatan OJL dapat dilakukan di sekolah tempat calon bertugas.
  4. Dalam melaksanakan kegiatan OJL di sekolah tempat calon bertugas maupun di sekolah lain yang bersangkutan tetap menjalankan tugasnya sebagai guru.
  5. Dalam kegiatan OJL peserta diklat calon kepala sekolah/madrasah mengimplementasikan materi-materi pelatihan yang diperoleh dalam kegiatan In-Service Learning 1, yang dituangkan dalam rencana tindakan.
  6. Pada akhir kegiatan OJL peserta diharuskan mengumpulkan sejumlah tagihan.
Tahap ke tiga, In-Service Learning 2, dilaksanakan dalam durasi 30 (tiga puluh) jam pelajaran. Dalam kegiatan ini dilakukan penilaian terhadap portofolio calon kepala sekolah/madrasah. Portofolio adalah sejumlah tagihan terhadap pelaksanaan OJL yang dikumpulkan oleh calon kepala sekolah/madrasah dalam satu folder. Penilaian juga dilakukan melalui presentasi hasil OJL dan refleksi terhadap pelaksanaan kegiatan tersebut dalam konteks peningkatan kompetensi calon kepala sekolah/madrasah.
Metode pembelajaran adalah cara yang digunakan oleh fasilitator dalam menyampaikan pesan pembelajaran kepada peserta diklat dalam mencapai tujuan pembelajaran, menggunakan macam-macam metode pembelajaran antara lain: metode ceramah, tanya jawab, diskusi kelompok (discussion), Latihan (exercise), studi kasus (case study), curah pendapat (brainstorming), seminar (seminar), penugasan (resitation), simulasi (simulation), bermain peran (role playing), demonstrasi (demonstration), praktek kerja lapangan (PKL) atau metode do-look-learn, tugas baca (Reading), metode proyek (project) atau studi mandiri, dan metode discovery.
Referensi :
  1. Juknis Program Penyiapan Calon Kepala Sekolah/Madrasah
  2. Harian Pelita, Tanpa NUKS guru Tak Bisa diangkat menjadi Kepala Sekolah, terbit tanggal 1 Maret 2016

Minggu, 19 Maret 2017

DELAPAN CIRI SEKOLAH YANG BAIK

1.      Harapan yang tinggi untuk setiap peserta didik
Ciri pertama ini memang tidak hanya dibentuk oleh sekolah, tetapi juga mulai dibentuk di dalam keluarga. Semangat untuk mencapai prestasi yang tinggi sudah harus dimulai dari lingkungan keluarga. Sejak keberangkatannya ke sekolah, anak-anak sudah harus dimotivasi untuk belajar dengan giat agar dapat mencapai prestasi yang tinggi. Belaian kepala, ataupun ciuman kening dari orangtuanya, ciuman tangan orangtuanya oleh sang anak harus diiringi dengan harapan dan do’a agar sang anak agar sang anak memiliki semangat yang tinggi agar dapat mencapai prestasi yang tinggi. “Belajar yang tekun ya nak!”, harus menjadi kata-kata motivasi mukjizat yang sering diucapkan oleh ayah dan bundanya. Dalam teori hypnoparenting (hypnosis untuk para orangtua dalam mendidik anaknya) dijelaskan bahwa belaian kepada anak menjelang tidur akan menjadi motivasi yang masuk ke bawah alam sadar anak-anak kita. Marilah kita coba, belailah anak ketika hendak berangkat tidur, ketuk-ketuklah dahi anak dengan ujung jari-jari kita dengan lembut dan berirama, atau pada ubun-ubunnya, atau di atas alisnya, atau di atas bibirnya, dan ketika anak kita akan masuk ke alam bawah sadar, sebelum dia tertidur lelap, ucapkanlah kata-kata motivasi, misalnya “belajarlah dengan tekun anakku”, atau “jadilah anak yang sholeh atau sholehah”, atau “patuhilah perintah ayah bunda’, dan kata-kata motivasi lainnya sesuai dengan harapan dan do’a orangtua untuk anaknya tercinta.
Jika ketika masuk sekolah anak-anak kita telah membawa harapan yang tinggi untuk mencapai prestasi, maka insyaallah proses pengajaran dan pembelajaran akan berlang-sung lancar dan berhasil.
2.      Dukungan orangtua dan masyarakat.
Tidak dapat disangkal lagi bahwa keluarga merupakan institusi pertama dan utama dalam pendidikan. Orangtua tidak dapat hanya menyerahkan bulat-bulat kepada guru atau sekolah. Bahkan masyarakat juga harus mempunyai kepedulian terhadap kemajuan pendidikan di sekolah. Itulah sebabnya, sekolah perlu didukung adanya Komite Sekolah, sebagai wadah peran serta masyarakat dalam bidang pendidikan di sekolah. Di Malaysia, lembaga ini dinamakan Persatuan Ibu Bapa dan Guru (PIBG). Di Amerika Serikat, lembaga ini dikenal dengan PTO (Parent Teacher Organization). Salah satu ciri sekolah yan baik adalah adanya dukungan dari orangtua dan masyarakat.
3.      Kurikulum yang ketat dan penilaian yang adil
Sekolah yang baik jika kurikulum yang telah disusun dilaksanakan secara ketat. Untuk ini, satuan pendidikan sekolah harus menyusun KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) sesuai dengan standar isi yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Untuk menjadi pedoman dalam menyusun RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran), kurikulum tersebut harus dijabarkan ke dalam silabus yang disusun oleh guru bersama dengan kelompok kerja guru (KKG) untuk Sekolah Dasar, dan untuk SMP dan SMA/SMK, silabus itu disusun bersama dengan MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran). Tentu saja, semua perangkat kurikulum ini harus dimiliki oleh sekolah yang baik.
Salah satu aspek yang sangat penting terkait dengan penerapan kurikulum ini adalah adanya proses penilaian pendidikan yang adil. Prestasi belajar peserta didik harus ditentukan dari hasil penilaian yang telah dilaksanakan secara jujur. Proses penilaian yang tidak jujur, misalnya dilakukan dengan cara menyontek, akan menumbuh-suburkan bibit perilaku koruptif bagi semua pemangku kepentingan. Perilaku koruotif yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, boleh jadi telah lahir dari perilaku tidak adil dalam proses penilaian pendidikan yang tidak adil di sekolah.
4.      Sumber daya yang cukup untuk membantu semua siswa mencapai hasil belajar yang dicita-citakan.
Sumber daya berupa sarana dan prasarana pendidikan memang perlu dimiliki oleh sekolah yang baik. Gedung sekolah yang rusak berat, sebagai contoh, sudah barang tentu tidak akan menjadi tempat belajar yang menyenangkan bagi anak. Demikian juga dengan sarana belajar yang lain, seperti buku pelajaran, media pembelajaran, dan aspek-aspek lain yang mendukung proses pengajaran dan pembelajaran. Sebagai contoh, di kampus Sampoerna School of Education (SSE), semua kelas telah dilengkapi dengan infocus. Bahkan semua dinding dan sekat antarkelasnya terbuat dari bahan white board yang dapat berfungsi sebagai papan tulis. Dengan demikian, dosen atau guru dan siswa dapat menggunakan seluruh dinding kelasnya sebagai tempat untuk belajar. Lebih dari itu, kampus ini memang dilengkapi dengan berbagai peralatan untuk mempraktikkan semua pendekatan instruksional seperti PAKEM (pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan) atau JAL (joyful active learning), serta CTL (contextual teaching and learning) dengan berbagai metode mengajarnya, seperti role play, praktik, dan sebagainya yang didukung dengan sarana yang memadai.
5.      Lingkungan belajar yang aman, sehat, dan mendukung.
Pertanyaan pertama yang diajukan oleh seorang guru di sekolah yang bagus, justru bukan tentang “apakah pekerjaan rumah telah dikerjakan”, melainkan “apakah anak-anak telah mandi dan mencuci rambutnya dengan keramas”. Bahkan sang guru pun mencoba mencium rambut siswa, seperti yang dilakukan terhadap anaknya sendiri. Dengan kata lain, lingkungan belajar di sekolah yang baik memang disediakan dengan lingkungan yang aman, sehat, dan mendukung proses pembelajaran. Lingkungan sekolah yang bersih, indah, dan asri, sudah pasti akan menjadi lingkungan yang didambakan oleh semua pemangku kepentingan di sekolah, termasuk orangtua dan masyarakatnya. Oleh karena itu, sekolah harus mengupayakan adanya UKS yang dilaksanakan dengan baik di sekolah. Membuat taman bunga di depan kelas masing-masing sangat mungkin diupayakan oleh wali kelas masing-masing. Tempat cuci tangan untuk guru dan siswa di setiap kelas sebenanya bukan sarana yang terlalu mewah untuk diadakan di setiap kelas. Semua itu hanya tergantung oleh kemauan baik mulai dari guru kelas atau wali kelas sampai dengan wakil kepala sekolah dan kepala sekolahnya.
6.      Sekolah dan ruang kelas dilengkapi untuk proses pengajaran dan pembelajaran.
Kampus Sampoerna School of Education (SSE) telah dapat menjadi contoh bahwa semua ruang kelasnya telah dilengkapi dengan infocus, karena proses pembelajarannya telah berbasis ICT atau komputer. Bahkan semua dinding kelas dan sekat antarkelasnya pun telah dibuat dengan menggunakan bahan white board. Oleh karena itu, semua dinding dan sekat antarruang kelasnya sekaligus dapat digunakan untuk proses pengajaran dan pengajaran di dalam kelas.
7.      Guru yang memenuhi telah memenuhi kualifikasi di setiap ruang kelas.
Mr. Moh. Yamin sejak masa perjuangan kemerdekaan telah mengingatkan kepada para pelaksana pendidikan bahwa pendidikan yang berkualitas hanya akan dapat dicapai jika gurunya berkualitas. Dalam hal ini, standar nasional pendidikan telah menetapkan bahwa minimal guru berkualifikasi S1 atau D4. Selain kualifikasi yang memadai, guru harus menguasai kompetensi yang meliputi 4 (empat) jenis kompetensi, yang meliputi 1) kompetensi kepriadian, 2) kompetensi pedagogik, 3) kompetensi profesional, dan 4) kompetensi sosial.
8.      Kepemimpinan sekolah yang kuat.
Pucuk pimpinan di sekolah adalah kepala sekolah. Oleh karena itu, maka kepala sekolah harus mampu melaksanakan fungsi-fungsi manajemen di sekolah, meliputi 1) perencanaan (planning), 2) pengorganisasian (organizing), 3) pelaksanaan (actuating), dan 4) pengawasan (controlling), yang sering disingkat POAC. Ahli filsafat Aristoteles menyatakan bahwa “He who has never learned to obey cannot be a good commander.
(Ia yang tidak pernah belajar untuk taat tidak dapat menjadi seorang pemimpin yang baik). Dengan demikian, mereka yang akan memimpin sekolah, sebelumnya sudah harus belajar menjadi anak buah yang taat. Kalau tidak pernah menjadi anak buah yang taat, tidaklah dapat diharapkan akan menjadi seorang pemimpin yang cakap.
Refleksi
Delapan ciri yang telah dijelaskan di atas merupakan hasil pengalaman Raymod L. Young ketika mulai mendirikan sekolahnya dan mengembangkan sekolah itu menjadi lingkungan belajar yang menantang bagi peserta didik untuk menjadi pembelajar sepanjang hayat, dan menjadi warga negara yang bertanggung jawab, panjang akal, dan rasa hormat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Mudah-mudahan tulisan singkat ini dapat menjadi ilmu yang bermanfaat sebagai amal untuk kehidupan kelak. Amin.


12 CARA MENJADI GURU YANG BAIK.

Menjadi guru yang baik saat mengajar bukan soal sifat si guru tersebut tapi soal kemampuan mengatur irama pembelajaran. Guru yang sifatnya baik pun akan cepat marah jika muridnya sering berlaku tidak tertib. Salah satu hal yang membuat siswa tertib adalah kesibukan yang bermakna. Membuat siswa bisa sibuk namun tetap bermakna memang tantangan semua guru. Ada guru yang senang memberi soal sulit pada siswanya dengan harapan siswanya sibuk dan waktu mengajar dia tidak dipusingkan oleh masalah perilaku.
Padahal sebaliknya hal tadi hanya terjadi pada siswa yang perilakunya memang sudah baik, sementara anak-anak yang lain akan cepat bosan dan justru membuat ulah karena merasa gurunya memberi pekerjaan sulit tanpa jalan keluar. Karena pekerjaannya sulit membuat anak -anak yang memang sudah bermasalah pada perilaku akan timbul lagi keinginannya untuk membuat keributan dan ujung-ujungnya guru akan merasa gagal dalam mengajar siswanya di hari itu.
Ada beberapa cara untuk membuat jam pelajaran anda berlalu tanpa terasa baik kita sebagai guru maupun siswa sebagai penikmat cara mengajar dan perencanaan mengajar kita.
  1.    Rencanakan dalam seminggu perencanaan mengajar anda
  2.     Selalu update rencana pengajaran anda setelah dan sebelum mengajar
  3.   Tidur yang cukup setiap hari. Hal ini penting agar suasana hati kita terjaga dan tidak mudah emosi
  4.     Rencanakan pengajaran anda dalam team, jika tidak mungkin konsultasikan formal dan informal RPP anda pada rekan sesama guru.
  5.     Masuk kelas lebih awal bisa 3 menit atau 5 menit lebih awal.
  6.     Pikirkan 3 strategi atau rencana dalam mengajar, dengan demikian anak yang cepat selesai tetap punya kegiatan
  7.      Saat mengajar sempatkan memotivasi siswa. memotivasi itu bukan memuji karena memotivasi anda perlu mendalami karakter anak yang anda ingin motivasi
  8.       Tebarkan senyum pada seisi kelas
  9.    Ucapkan salam dengan semangat saat akan mengajar
  10.   Berikan soal yang menantang dan bukan sekedar sulit
  11.  Minta siswa untuk ajarkan siswa lainnya jika ia sudah selesai
  12. Kurangi gaya  ‘one man show’ saat mengajar, kurangi semangat untuk menceramahi siswa. Biarkan siswa juga berbicara di kelas, berbagi mengenai strateginya dalam mengerjakan soal yang anda berikan.