DILEMA PENDIDIKAN KITA
Sampai sejauh ini, sudah beragam upaya yang dilakukan pemerintah guna memperbaiaki taraf hidup bangsa agar lebih “digdaya”
dan berdaya saing. Ada sekolah-sekolah yang berstatus atau bertaraf
internasional (dengar-dengar sekolah dengan taraf ini bertarif tinggi
dan hanya di isi oleh kalangan tertentu saja), ada BOS (Bantuan
Operasional Sekolah) yang mampu membuat pembayaran iuran sekolah menjadi
gratis. Benarkah? lalu ada pula yang namanya pencanangan sekolah 9
tahun, naik satu tingkat yang awalnya 6 tahun. Segala upaya sudah
dikerahkan, program-program sudah sejak dulu digulirkan, tapi apa sudah
mecapai ke-efektifitasan?.
Semangat pemerintah dalam meningkatan keinginan masyarakat agar melek pendidikan sesungguhnya “gayung bersambut”, terlihat dari banyaknya lulusan dari segala tingkatan, yang pada akhirnya menciptakan pengangguran berdasi.
Jadi, apa keefektifitasan program tadi perlu kita kaji kembali? Atau ada sesuatu yang salah yang perlu kita telusuri bersama?
Tak sebandingnya satu tujuan pekerjaan dan lulusan memperparah keadaan.
Coba bayangan, (yang selalu heboh dan ditunggu-tunggu, penerimaan
pegawai negeri sipil) untuk satu formasi pegawai negeri sipil dengan
kuota yang minim, tapi diperebutkan ribuan orang.
Celakanya lagi, praktik-prkatik kolusi merajai dunia ini, sehingga
orang-orang yang terbuang kerap kali merupakan agen-agen yang lebih
pantas mengisi pos-pos tersebut, dan bukan tidak mungkin, dari
merekalah, tercipta sebuah tatanan pemerintahan yang lebih baik.
Salah satu penyebab lainnya adalah tingginya angka kelahiran, dan
penduduk negeri ini. Sudah sangat jelas penduduk yang sedemikian besar
200 juta jiwa, yang sebagian besar adalah usia produktif menyumbang
angka terbesar pengangguran berdasi.
Masuknya arus globalisasi yang sedemikain cepat, tak mampu difiltrasi
dengan baik hingga meracuni tatanan kehidupan jiwa-jiwa muda ini,
semangat produktif (berwirausaha) yang di tanamkan, dan cinta hasil
budaya bangsa yang dipegang oleh nenek moyang dengan deras luntur dan
berganti dengan upaya-upaya instan.
Ditengah carut-marutnya pendidikan diindonesia, dan arah pembangunan
pendidikan, jauh diujung negeri (provinsi mutiara hitam) dengan segala
keterbatasan pendidikan banyak bermunculan cendikia-cendikia muda, di
lain sisi, tanpa mengenyam pendidikan sedkit pun, diterpa badai
kehidupan yang keras, banyak terlahir jutawan muda yang dermawan.
Jadi, masih perlukah pendidikan itu?